Sabtu, 02 Oktober 2010

SEGELAS AIR PUTIH

Tak lepas pandangan Ahmad menatap segelas air putih di depannya. Dihempaskan tubuhnya di sofa, sambil melepas sepatu satu-satu, kemudian dilemparkannya dipojok ruangan tamu. Tak habis pikir, sudah 3 hari ini di meja makan hanya tersedia segelas air putih dan tiga biji butir korma. Ada apa dengan istrinya?. Dia membatin. Rasanya uang belanja yang dia berikan cukup untuk menyediakan makan 10 orang. Kenapa hanya segelas air putih. Bisa saja Ahmad makan diluar. Dengan jabatannya di dirjen pajak, apa saja sanggup dia beli. Rumah sekarang yang ditempati saja mampu untuk menampung 100 orang, mobil sudah terpakir model terbaru. Duh, benar-benar Ahmad tak habis pikir. Rasanya dirinya benar-benar tidak dihargai istrinya. Apakah istrinya tidak tahu kalau di kantor dia bisa memerintahkan siapa saja, perlu apa saja dia tinggal tunjuk. Dengan masgul, dia tatap segelas air putih, dengan pikiran melayang. Hampir nanar.

Teringat dahulu begitu mempesonanya sang istri, dia harus megalahkan selusin laki-laki, untuk mendapatkannya. Anggun dan berbudi pekerti luar biasa. Siapa yang tidak terpesona akan tutur katanya yang santun. Masih ditambah dengan kecerdasan yang amat menonjol. Bagai kejatuhan bulan. Itulah yang dia rasakan saat pinangannya diterima. Ya, dia amat mencintai istrinya. Tapi kalau sekarang dirinya disamakan dengan segelas air putih. Ahmad tanpa terasa geleng-geleng kepala. Betapa lelahnya dia seharian, paling awal dia pulang jam sepuluh malam. Dimana semua sudah tertidur. Biasanya dimeja makan lengkap sudah masakan kesukaannya, itulah bentuk penghargan dari istrinya padanya. Itu melahirkan rasa bangga bagi Ahmad. Rasa dihargai, rasa dihormati. Apalagi istrinya pasti memasak sendiri untuknya. Dia tidak pernah mempercayakannya kepada pembantu. Itu yang Ahmad suka. Seorang istri yang sempurna. Ada rasa aneh menyelinap di dada Ahmad. Segera ditepisnya. Diusap mukanya, dengan lunglai dia melangkah ke kamar, menatap sebentar istri yang sudah tertidur, ada rasa haru, tanpa sadar menghela nafas berat. Besok sajalah dia akan mencoba berbicara dengan istri. Setengah berbisik, dia kembali ke ruang pribadinya untuk sekedar menikmati musik kesayangannya. Sebuah ruangan bak studio rekaman yang mampu menghadirkan orkestra bagai menikmati suasana pertunjukan langsung. Dentuman halus, menghantarkan Ahmad menembus mimpi-mimpinya.

Memasuki alam mimpi, Entah mengapa pikiran masih saja menggayuti, keengganan akan air putih. Yah..segelas air putih, apa enaknya ?. Sungguh dia telah lupa betapa nikmatnya air putih. Begitu sejuk melegakan tenggorokan, menyapu setiap syaraf yang dilaluinya, dari kerongkongan, hingga memasuki ronnga perut. Terasa bagai guyuran air yang meyejukan peredaran darah. Baginya tak ada rasa. Sama saja.

Jutaan manusia yang berbaris mengais hidup di padang pasir yang tandus, mengerti betul bahwa segelas air putih lebih berharga daripada emas. Dalam belantara padang pasir siapapun rela mengorbankan harta bendanya demi segelas air putih. Yah..segelas air putih mampu menyelamatkan mereka dari kematian akibat kehausan.

Disisi belahan bumi yang lain, di kutub-kutub dan padang padang salju. Di kutub kutub yang masih di selimuti gunung-gunung es. Manusia tak terlalu membutuhkannya. Dengan mudahnya mereka mendapatkan, karena seluruh hamparan mata memandang semua adalah air. Mereka membutuhkan kehangatan. Yah..rasa hangat, dari matahari akan menyelematkan mereka dari kedinginan.

Manusia di kedua belahan bumi tersebut tentunya, akan memaknai segelas air putih dengan cara berbeda, dengan persepsi yang berbeda pula. Manusia yang hidup di padang pasir tak henti berdoa kepada Tuhannya agar diturunkan air dari langit, untuk segelas air putih yang akan membasahi tenggorokan mereka. Manusia yang hidup di kutub meski membutuhkan air namun mereka tidaklah meminta agar diturunkan air hujan seperti halnya rekan mereka di padang pasir.

Ketika nikmat panas diberikan kepada kutub..
apakah sama rasanya ketika diberikan kepada padang pasir..?
Ketika nikmat air sejuk dan dingin diberikan kepada padang pasir
apakah sama rasanya jika diberikan kepada kutub..?
Bilakah manusia-manusia di dalamnya mau bertukar tempat..?
Orang padang pasir menempati kutub dan diberikan apa permintaannya air yang sejuk lagi dingin terus menerus..?
dan begitu juga sebaliknya...
maukah mereka seperti itu..(?)

............................................
manusia memohon dengan persepsinya rahsa yang menurutnya nikmat..
bahkan tidak pernah mau melihat realitas tersebut..

......................

Betulkah panas yang diminta orang kutub baik untuk dirinya dan lingkungannya..?

Betulkah air hujan yang diminta manusia padang pasir baik untuk dirinya dan lingkungannya..?

Apakah manusia yang lebih tahu

Ataukah Tuhan yang tahu kebutuhan hamba-hambanya

.......................


Ahmad masih memasuki alam mimpinya. Semua telah dimilikinya. Maka segelas air putih menjadi tak ada rasanya. Kemanakah rahsa yang dahulu begitu nikmat. Ketika segelas air putih membasahi tenggorokannya saat pertama kali, menapakkan kaki di belantara Jakarta. Panas yang menyengat , polusi dan kemacetan membuat air segelas itu nikmat luar biasa, melegakan sekali. Tubuh menjadi segar luar biasa, dan semangat kembali membara. Memasuki tiap kantor dalam mencari kerja. Itu tinggal cerita lama. Sekarang dia mampu membeli minuman seharga berapapun. Ketika semua mampu di dapatkannya, apakah salah jika dia meminta lebih dari pada segelas air putih. Meskipun dia tahu sebenarnya fungsi bagi ketubuhan adalah sama saja. Baik air putih atau air berwarna. Namun..(?). Dia tiba-tiba terjaga dari mimpinya. Kemana rahsa nikmat tersebut hilang. Nikmatnya segelas air putih. (?). Manakah yang lebih baik. Mampu membeli semua minuman namun kehilangan rahsa. Ataukah segelas air putih namun sangat terasa kenikmatannya..?. Dimanakah yang salah..?. .

Sungguh istrinya benar-benar mengerti keadaannya. (?). Dia telah kehilangan kenikmatan segelas air putih. Dan sang istri mengingatkannya. Mengingatkan bahwa dia telah kehilangan amat banyak. KEHILANGAN CINTA TUHANNYA.

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu cintaMu dan cinta orang-orang yang mencintaiMu dan aku memohon kepadaMu perbuatan yang dapat mengantarku kepada cintaMu. Ya Allah, jadikanlah cintaMu lebih kucintai daripada diriku dan keluargaku serta air dingin.” Dan bila Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengingat Nabi Daud ’alihis-salaam beliau menggelarinya sebaik-baik manusia dalam beribadah kepada Allah.” (HR Tirmidzi 3412)

“Ampuni hambaMU, Ya Allah”. Ahmad jatuh tersungkur. Nikmatnya air putihpun dia sudah lupa. Pengambdian sang istri pun dia sudah sering abaikan. Egonya mengatakan bahwa dia telah berikan semua kekayaan kepada sang istri, sudah kewajiban istri. Duh..dia tak mampu menikmati kesetiaan dan pengambdian sang istri,dan juga nikmat segelas air putih. Sekarang bagaimana dapat dia perbandingkan dengan cinta Tuhan-NYA. Apa yang dapat di perbandingkan. (?). Maka Ahmad paham hilangnya kenikmatan segelas air putih adalah pertanda bahwa cinta Tuhan sudah tiada. Segelas air putih pun dia sudah tak mampu merasakan nikmat, bagaimana dia mampu merasakan betapa nikmat CINTA TUHAN , bilamanakah mampu dia rasakan.(?). Harta dan kekayaan dunia telah menghijabnya. Menjadi thogut selama ini. "Ya Allah berikanlah kenikmatan segelas air putih, agar kami mampu merasakan betapa cinta MU melebihi nikmatnya segelas air putih, sebagaimana doa nabi Daud, ajarkanlah ya Allah. ajarkan kami untuk mampu menikmati kembali kenikmatan segelas air putih yang telah lama kami lupakan, sungguh nikmat mana yang dapat kami dustakan". Ahmad bersujud dan menangis amat dalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar