Senin, 17 Agustus 2009

Diatas Rel Lurus Tak Berujung

Ihdinash shiraatal mustaqiim ...
Bertahun kuberdo'a tentang jalan yang lurus.
Namun kutemukan jalan berbelok dan bercabang.
Bertahun kucoba meraba ujung jalan yang lurus.
Namun kutemukan hanya ujung yang rapuh.
Bertahun kucoba membuka lembaran kitab tentang jalan yang lurus.
Namun kutemukan sejuta perintah dan larangan.
Bertahun kucoba mencari jalan orang yang dianugerahi nikmat.
Namun kutemukan jalan orang yang dimurkai dan disesatkan.
Bertahun kucoba menyibak pintu jalan yang lurus.
Namun kuterperosok ke pintu dorongan keinginan tanah.

Ihdinash shirataal mustaqiim ...
Bertahun ku gelisah bertanya ...
Tentang jalan orang-orang yang dianugerahi nikmat Allah.
Namun disitu katanya hanya ada Nabi, Rasul dan Waliullah.
Sedang aku hanya seorang yang jahil.
Sedang aku hanyalah seorang yang bodoh.
Sedang aku hanya seorang yang terlalu biasa saja.

Lalu ...
Akupun duduk dalam gelisah.
Aku berdiri dalam gelisah.
Aku berjalan dalam gelisah.
Aku berbaring dalam gelisah.
Aku tidur dalam gelisah.
Bahkan aku bermimpi dalam gelisah.
Duhai ..., macam apakah gerangan jalan penuh anugerah nikmat itu ...?.

Shiraatal ladzina an'amta'alaihiim. ..
Akhirnya Allahku berkenan membentangkan jalan lurus itu di depanku.
Jalan lurus itu adalah Shirataal mustaqiim.
Rel Lurus Tak Berujung ...

Sejanak kutarok ruhku diatas rel itu.
Lalu kuajak ruhku meluncur diatas rel itu.
Kutarik ruhku secara perlahan.
Bak sehelai rambut ditarik dari butiran tepung.
Namun butiran tepung itu tetap diam.

Kuamati gerak ruhku lepas.
Halus dan lembut.
Namun tubuhku tetap diam.
Tubuhku tak bergoncang seperti biasanya.

Ku mendongak keangkasa lepas.
Kuamati gerak ruhku.
Ooo ..., ruhku bergerak diatas rel lurus tak berujung.
Ruhku tidak lagi kekiri dan kenanan
Ruhku tidak lagi berputar-putar tanpa arah.
Ruhku seperti menemukan jalannya sendiri.

Tiba-tiba ruhku seperti dituntun.
Ya ..., ada yang menuntun ruhku.
Ruhku ditarik dengan lembut.
Ruhku meluncur diatas rel tak berujung.
Menuju kemahatinggian
Menuju kemahabesaran.
Menuju keheningan.
Menuju keabadian.

Kucoba menghentikan luncuran ruhku.
Ruhku berhenti, namun tetap diatas rel.
Kutengok kekiri, relnya ikut bergeser kekiri.
Kutengok kekanan, relnya juga ikut bergeser kekanan.
Sedang ruhku tetap tak mau keluar sedikitpun dari rel itu.

Kutundukkan wajahku ...
Ruhkupun kembali meluncur diatas rel tak berujung.
Ruhku tetap dituntun
Menuju kedalam tak batas.
Menuju kerendahan tak terukur.
Menuju keheningan.
Menuju keabadian.

Akhirnya yang ada adalah kedekatan.
Kedekatan yang dalam tanpa batas.
Kedekatan yang dalam tanpa ujung.
Kedekatan yang dalam tak pernah habis.

Lalu ...
Aku melihat kebenaran, melampau apa yang dapat mereka lihat.
Aku mendengar kebenaran, melampaui apa yang dapat mereka dengar.
Aku merasakan kebenaran, melampaui apa yang dapat mereka rasakan.
Dia ..., Dia ..., Dia ...

Akupun kemudian diam.
Tak mau mengganggu aktifitas-Nya.

diambil dari
yahoo-groups dzikrullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar